1. Secercah Cahaya harapan di MIPA

Oleh: Ibnu Hasan

Kawan… , engkau bukanlah mahasiswa yang tengah terlelap dalam tidur atau mata yang diliputi kabut tebal seakan tidak mau ambil peduli dengan apa yang terjadi di sekelilingnya. Engkau bukan pula benalu yang hanya tahu mengambil keuntungan dari tanaman lain namun tak mau pusing dengan apa yang terjadi dengan tanaman tersebut. Kalau kenyataannya engkau memang demikian, ketahuilah engkau adalah mahasiswa yang egois “Bangun dan sadarlah!!!”. Mungkin hati, perasaan dan pikiranmu terusik diliputi kabut kemarahan. Tidak suka bahkan benci walau tidak engkau tampakkan dengan seruanku itu. Terlalu banyak urusan, sok tahu, sok ngatur… atau apalah yang pantas untuk kau juluki orang yang banyak berteriak seperti aku. Ketahuilah kawan, urusan yang besar telah memalingkan wajahku dari ejekan orang yang tak mau tahu dan peduli. Jiwaku sekarang ini andai engkau tahu, tak ubahnya anak kecil yang bisanya berteriak tak dapat melakukan apa pun ketika melihat api mulai berkobar di dalam rumah, sedangkan keluarganya lelap tertidur. Bila teriakan sang anak “Ada apiiii… ada apiii… apiii!!!!” dibalas dengan kemarahan sang bapak dan malah memukulnya karena teriakannya itu mengganggu keluarga yang istirahat, apakah engkau membenarkan sikap sang bapak???!!! Atau sekiranya engkau bagian dari keluarga yang tidurnya juga terganggu dengan teriakan itu, apakah engkau juga bersikap sama dengan bapak itu, memarahi dan memukul anak itu???!!! . Tentu tidak kawan, aku yakin itu jawabanmu. Tapi bila engkau hendak memberi jawaban lain, kuminta padamu jawablah dengan perturutkan akal yang memahami, bukan akal yang mengakali kalau benar secercah harapan masih tersimpan di hatimu, hati yang rindu dengan kebenaran.

“Bangun dan sadarlah!!!”. Tidakkah engkau menyadari bahwa kaki kita tengah berpijak di dunia yang sama, dunia mahasiswa. Dunia yang di dalamnya penuh teka-teki dan tanda tanya, gedung-gedung fakultas tampak kokoh menjulang, namun kebulatan tekad menuntun pilihanku dan pilihanmu bermukim di MIPA. Rupanya engkau senang seperti halnya aku bermain dengan angka-angka kehidupan yang sistematis, fleksibel dan bijak. Langkahku tidak serta merta berhenti. Aku adalah musafir di padang pasir yang kehausan merindukan air dan akan terus berjalan hingga kutemukan mata air walau untuk itu konsekuensi yang harus kuhadapi tidak kecil, tekadku bulat dan hanya kematian yang mampu menghalaunya. Aku juga akan seperti mereka pencinta gunung yang tak mau peduli dengan tingginya gunung, curamnya lembah, terjalnya bebatuan, dan rimbunnya semak belukar. Mungkin saja goresan darah tampak dikedua betis dan lenganku, atau telapak kakiku melepuh karena alur hidup yang aku pilih. Aku tak peduli dengan itu, dengan semua yang menjadi syarat untuk aku lalui bila yang kucari memang harus melalui tahapan itu. Aku terus dan akan terus melangkah menginjakkan kaki diatas bumi harapan dan perjuangan, diatas janji dan amanah yang tidak kecil. Aku butuh tempat bernaung, tempat yang darinya aku berfikir dan merintis kesuksesan. Aku pun semakin dewasa berada di sana. Juga tempat yang di dalamnya kurindukan wajah para mahasiswa yang hatinya tak pernah tenang melihat ketidak-adilan, kerongkongannya tak mau kering menyuarakan kebenaran dan pembelaan, serta perutnya tak mau kenyang berisi nasehat.

Tahukah engkau kawan tempat apa yang kumaksud itu???!!!! Dialah tempat yang sekali lagi kutekankan padamu kakiku dan kakimu berpijak diatasnya Fakultas MIPA Unhas. Tapi kawan, tetap saja jiwa yang ruhku berada di dalamnya tidak puas dengan pilihan itu.

Engkau bertanya kenapa ??? menurutku itu masih umum dan luas, aku butuh sesuatu yang lebih strategis lagi. Sesuatu yang menjadi wadah ibarat kamar dalam rumah yang dinding-dindingnya menutupi dan membuatku dapat bermuhasabah. Suasananya mampu mendorong dan merangsangku meramu dan menggali potensi besar yang terpendam dalam diri, merencanakan jalan hidup dan menggapai cita-cita seindah harapan.

Kawan… , aku yakin engkau juga butuh tempat seperti itu. Dan tempat itu tidak jauh kawan, dekat bahkan sangat dekat. Dialah tempat yang aku dan engkau sering berkumpul di dalamnya, bahkan tidur di dalamnya, sekret BEM FMIPA Unhas itulah tempat yang kumaksud. Sayang kawan… , karena aku tak menemukan apa yang aku cari dan apa yang kurindui. Yang kutemukan hanya Lembaga yang nafasnya terperangkap dalam kerangka berfikir yang tidak seindah visi misinya. Lembaga yang terombang - ambing bagai awan, tak tahu kemana harus mengarah karena begitu banyak angin pemikiran di dalamnya.

Demikianlah realitasnya kawan. Keheranan, keraguan, hingga puncaknya berakhir dalam kekecewaan bercampur bak adonan kue yang mengobok-obok perasanku.

“Seperti inikah suasana yang aku dan engkau butuhkan untuk menopang kesuksesan???” .

Tidaaaak!!!. Aku tidak butuh tempat seperti itu, tapiiii… inilah realitas yang harus
kuhadapi kawan. Karena itulah aku menyerumu, “Bangun dan sadarlah!!!!”. Lembaga mahasiswa yang ada sekarang ini kawan, tidak hanya di FMIPA juga di fakultas lainnya, tidak lagi seperti bunga yang segar tumbuh dari tanaman yang baik, menyejukkan bagi mata yang melihatnya dan menyisakan wangi bagi tangan yang menyapihnya. Kini ia telah layu kawan, seiring pertambahan usianya beradu dengan waktu dan kemudian menjadi sampah terbuang. Tahukah engkau kenapa hal itu terjadi kawan???!!!. Bila kerinduan bunga (baca:lembaga) akan AIR (Akhlak, Inisiatif, Rasa) tak lagi bisa ia dapatkan atau kebutuhannya akan PUPUK (Perencanaan, Usaha, Pengajaran, Ulasan, Kreatif) tak juga di indahkan.

Kawan… , jangan tutup matamu karena hal yang sangat kontras terlihat di sana. Kepentingan sebagian kecil orang diperjuangkan sedangkan kepentingan banyak orang diabaikan. Banyak jiwa bersedih melihat kampus dalam sosok makhluk yang tak dapat dideskripsikan karena bentuknya yang tidak karuan. Begitu banyak mata yang mau bersabar dan mulut diam membisu melihat suasana seperti “BOLA” (maaf) kebanyakan di MIPA “Bikin Orang Lalai Aja” atau bahkan “Bikin Orang Lupa Allah”. Tidak sedikit suara-suara protes, kritikan, keluhan yang tersebar dari lisan-lisan warga yang masih peduli pada MIPA tak terkecuali suara lugu MABA masih juga terkatung-katung diantara harapan dan realitas, dan masih banyak hal lain yang tak perlu disebutkan kawan.

Mungkin saja pernyataanku ini berlebih-lebihan menurutmu. Tapi engkau tak perlu marah kawan!. Karena kemarahanmu dapat menghilangkan eksistensi dirimu sebagai mahasiswa yang berakal dan katanya mengedapankan nalar yang positif. Tidakkah engkau belajar ilmu “logika Matematik” ??? buktikan saja negasi dari pernyataanku itu. Tapi…..,tidak dalam bentuk kalimat melainkan perbuatan karena lari dari realitas bukanlah sikap apalagi keputusan orang bijak. Orang bijak adalah mereka yang memandang masalah sebagai aset untuk bisa melangkah menjadi lebih baik bukan buka aib. Dan asal tahu saja, tidak hanya nekad yang dibutuhkan tapi juga tekad yang kuat karena kesuksesan hanya layak disandang oleh mereka yang memperjuangkan kesuksesan bukan mereka yang hanya mengharapkannya.
Kawan… , mariii… !!!, bangun dan sadarlah!!!. Lihat sekelilingmu dan bersatulah bersama mereka yang masih merindukan kebaikan, merindukan perubahan yang berartikarena orang yang seperti itu masih banyak di FMIPA Unhas. Berjuanglah besama mereka menjadikan FMIPA sebagai wadah yang merangsang dan memotivasi peningkatan akademik, perbaikan moral, serta kepahaman organisasi yang sebenarnya.

Kawan… , jika matamu kini terjaga dari tidurmu dan engkau membenarkan seruan yang kuserukan itu, maka rapatkanlah barisanmu bersama perindu-perindu perubahan seraya mengharapkan pertolongan Allah yang Maha berkehendak atas segala rencana. “Optimislah!!!” karena optimis tidak pernah dan tidak akan pernah bershabat dengan rasa malas. Pandanglah dan temukan kebaikan yang tersembunyi dibalik semua masalah seperti engkau memandang langit yang tinggi namun tidak juga jatuh merapat bersama bumi, atau gunung yang merupakan kumpulan batu-batu kecil yang tetap kokoh dan tegar walau badai mengguncang atau apalah yang membuatmu tetap bisa tersenyum walaupun semua orang berpaling darimu.
Kawan… , hidup memang penuh onak duri, bagai roda terus berputar kadang diatas kadang di bawah. Tapi itulah seni hidup yang hanya dimiliki dan bisa dirasakan oleh mereka yang bermodalkan DUIT (Doa, Usaha, Iman, Tawakkal). Modal yang tak pernah gagal unjuk kebolehan. Karena itu torehkanlah dengan tinta emas untuk meniti perjuangan:



“Siapa lagi kalau bukan saya, kapan lagi kalau bukan sekarang!.
Hidup di dunia hanya sekali mati juga sekali. yang hanya sekali itu takkan kubiarkan berlalu tanpa menoreh prestasi lalu menyisakan bekas berupa amal jari’ah sebanyak-banyaknya”.


Buat saudaraku para mujahid kampus FMIPA
Unhas
Telkomas, 19 desember 2006

Catatan Mujahid

Status

Foto saya
Hubungi kami di 085213432543

Pengikut